Senin, 25 September 2017

ASUHAN KEPERAWATAN Rheumatoid Artritis



MAKALAH
SISTEM IMUN
ASUHAN KEPERAWATAN Rheumatoid Artritis

DOSEN PEMBIMBING: Ns.zuriati,S,kep,M,kep,CBWT

Disusun Oleh
Kelompok 4 :

1. CLARA FITIANA
2. EVI OKTAVIANI
3. RAHMATIA WULANDA
4. GITTA SINTIA FITRI
5. DEDEA THERENLY HARKA
6. AGUNG
7. MEGI WAHYUDI


PRODI KEPERAWATAN STIKes ALIFAH PADANG
2016

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena  ridho dan kehendak-Nya akhirnya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan Judul  “Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Rheumatoid Artritis” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah    SISTEM IMUN
Dalam pembuatan makalah ini, kami mendapatkan beberapa kesulitan dalam penulisan dan keterbatasan dalam memperoleh literatur, Namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami untuk menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan makalah ini, karena itu kami mohon arahan, saran dan kritik yang sifatnya menyempurnakan makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat diterima dan bermanfaat bagi kita semua. Amin Ya Rabbal Alamin.



                                                                                                           Padang,8 desember 2016


                                                                                                                     Kelompok IV






BAB I
PENDAHULUAN

1.1    LATAR BELAKANG

Perubahan – perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya beberapa golongan reumatik. Salah satu golongan penyakit reumatik yang sering menyertai usia lanjut yang menimbulkan gangguan muskuloskeletal terutama adalah reumatoid artritis. Kejadian penyakit tersebut akan makin meningkat sejalan dengan meningkatnya usia manusia.
Menguntip pendapat Sjamsuhidajat (1997), artritis reumatoid merupakan penyakit autoimun dari jaringan ikat terutama sinovial dan kausanya multifaktor. Penyakit ini ditemukan pada semua sendi dan sarung sendi tendon, tetapi paling sering di tangan. Selain menyerang sendi tangan, dapat pula menyerang sendi siku, kaki, pergelangan kaki dan lutut. Artritis kronik yang terjadi pada anak yang menyerang satu sendi atau lebih, dikenal dengan artitis reumatoid juvenil.
Biasanya reumatoid artritis timbul secara sistemik. Gejala yang timbul berupa nodul subkutan yang terlihat pada 30% penderita. Nodul sering terdapat di ekstremitas atas dan tampak sebagai vaskulitis reumatoid, yang merupakan manisfestasi ekstraartikuler. Bila penyakit ini terjadi bukan pada sendi, seperti bursa, sarung tendon, dan lokasi lainnya dinamakan reumatoid ektraarikuler.
Reumatik bukan merupakan suatu penyakit, tapi merupakan suatu sindrom dan golongan penyakit yang menampilkan perwujudan sindroma reumatik cukup banyak, namun semuanya menunjukkan adanya persamaan ciri. Menurut kesepakatan para ahli di bidang rematologi, reumatik dapat terungkap sebagai keluhan atau tanda. Dari kesepakatan, dinyatakan ada tiga keluhan utama pada sistem muskuloskeletal yaitu: nyeri, kekakuan (rasa kaku) dan kelemahan, serta adanya tiga tanda utama yaitu: pembengkakan sendi., kelemahan otot, dan gangguan gerak. (Soenarto, 1982).
Reumatik dapat terjadi pada semua umur dari kanak – kanak sampai usia lanjut, atau sebagai kelanjutan sebelum usia lanjut. Pucak dari reumatoid artritis terjadi pada umur dekade keempat, dan penyakit ini terdapat pada wanita 3 kali lebih sering dari pada laki- laki. Terdapat insiden familial ( HLA DR-4 ditemukan pada 70% pasien ). Untuk itu akan dibahas lebih lanjut pada makalah tentang asuhan keperawatan pada klien dengan reumatoid artritis.

1.2    RUMUSAN MASALAH

Bagaimana konsep dasar reumatoid artritis dan asuhan keperawatan pada klien dengan reumatoid artritis ?

1.3  TUJUAN PENULISAN
1.      Untuk mengetahui pengertian reumatoid artritis.
2.      Untuk mengetahui etiologi reumatoid artritis.
3.      Untuk mengetahui manisfestasi klinis reumatoid artritis.
4.      Untuk mengetahui patofisiologi reumatoid artritis.
5.      Untuk mengetahui komplikasi reumatoid artritis.
6.      Untuk mengetahui prognosis reumatoid artritis.
7.      Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang reumatoid artritis.
8.      Untuk mengetahui penatalaksanaan/pengobatan reumatoid artritis.
9.      Untuk menjabarkan asuhan keperawatan pada klien dengan reumatoid artritis.

1.4  MANFAAT PENULISAN
Dengan makalah ini diharapkan supaya para pembaca bisa lebih mengenal terhadap tanda dan gejala yang berhubungan dengan reumatoid artritis. Dan menyampaikan kepada para pembaca tentang asuhan keperawatan reumatoid artritis.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1  PENGERTIAN REUMATOID ARTRITIS

Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Gordon, 2002).
Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi non-bakterial yang bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris. Artritis reumatoid adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dan sekelompok penyakit jaringan penyambung difus yang diperantai oleh imunitas dan tidak diketahui sebab-sebabnya. Biasanya terjadi destrukti sendi progesif, walaupun episode peradangan sendi dapat mengalami masa remisi.
Artritis reumatoid merupakan inflamasi kronik yang paling sering ditemukan pada sendi. Insiden puncak adalah antara usia 40 hingga 60 tahun, lebih sering pada wanita daripada pria dengan perbandingan 3 : 1. Penyakit ini menyerang sendi-sendi kecil pada tangan, pergelangan kaki dan sendi-sendi besar dilutut, panggul serta pergelangan tangan.  (Muttaqin, 2006)
Arthritis rheumatoid adalah penyakit sistemik dengan gejala ekstra–artikuler. (Smeltzer, 2001).
Reumatoid Artritis (RA) adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang menyebabkan degenerasi jaringan penyambung. Jaringan penyambung yang biasanya mengalami kerusakan pertama kali adalah membran sinovial, yang melapisi sendi. Pada RA, inflamasi tidak berkurang dan menyebar ke struktur sendi disekitarnya, termasuk kartilago artikular dan kapsul sendi fibrosa. Akhirnya, ligamen dan tendon mengalami. Inflamasi ditandai oleh akumulasi sel darah putih, aktivasi komplemen, fagositosis ekstensif, dan pembentukan jaringan parut. Pada inflamasi kronis, membran sinovial mengalami hipertropi dan menebal sehingga menyumbat aliran darah dan lebih lanjut menstimulasi nekrosis sel dan respon inflamasi. Sinovium yang menebal menjadi ditutup oleh jaringan granular inflamasi yang disebut panus. Panus dapat menyebar ke seluruh sendi sehingga menyebabkan inflamasi dan pembentukan jaringan parut lebih lanjut. Proses ini secara lambat merusak tulang dan menimbulkan nyeri hebat serta deformitas. (Corwin, 2009).
Klasifikasi Rheumatoid Arthritis :
Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
1.      Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
2.      Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
3.      Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
4.      Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.

2.2  ETIOLOGI REUMATOID ARTRITIS
Penyebab artritis reumatoid masih belum diketahui secara pasti walaupun banyak hal mengenai patologis penyakit ini telah terungkap. penyakit ini belum dapat dipastikan mempunyai hubungan dengan faktor genetik. Namun, berbagai faktor termasuk kecendrungan genetik bisa memengaruhi reaksi autoimun. Faktor-faktor yang berperan antara lain adalah jenis kelamin, infeksi (Price, 1995), keturunan (Price, 1995; Noer S, 1996), dan lingkungan (Noer S, 1996).
Agen spesifik penyebab arthritis rheumatoid belum dapat dipastikan, tetapi jelas ada interaksi factor genetik dengan faktor lingkungan. (Maini dan Feldmann, 1998: Blab et al, 1999). Namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen – antibodi), factor metabolik dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008).

2.3  PATOLOGI REUMATOID ARTRITIS

1)      Kelainan pada sinovia
             Kelainan artitis reumatoid dimulai pada sinovia berupa sinovitis. Pada tahap awal terjadi hiperemi dan pembengkakan pada sel-sel yang meliputi sinovia disertai dngan infiltrasi limposit dan sel-sel plasma. Selanjutnya terjadi pembentukan vilus berkembang ke arah ruang sendi dan terjadi nekrosis dan kerusakan dalam ruang sendi. Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan daerah nekrosis fibrinoid yang diliputi oleh jaringan fibroblas membentuk garis radial kearah bagian yang nekrosis.
2)      Kelainan pada tendo
Pada tendo terjadi tenosinovitis disertai dengan invasi kolagen yang dapat menyebabkan ruptur tendo secara parsial atau total.

3)      Kelainan pada tulang.
Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :
a.       Stadium I (stadium sinovitis)
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun istirahat, bengkak dan kekakuan.
b.      Stadium II (stadium destruksi)
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
c.       Stadium III (stadium deformitas)
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.

4)      Kelainan pada jaringan ekstra artikular.
Perubahan patologis yang dapat terjadi pada jaringan ekstra-artikuler adalah :
a.       Otot
Pada otot terjadi miopati yang pada elektromiograf menunjukkan adanya degenerasi serabut otot.
b.      Pembuluh darah kapiler
Terjadi perubahan pada pembuluh darah sedang dan kecil berupa artritis nekrotik. Akibatnya terjadi gangguan respon arteriol terhadap temperatur.
c.       Nodul subkutan
Nodul subkutan terdiri atas unit jaringan yang nekrotik di bagian sentral dan dikelilingi oleh lapisan sel mnonuklear yang tersusun secara radier dengan jaringan ikat yang padat dan diinfiltrasi oleh sel-sel bulat. Nodul subkutan hanya ditemukan pada 25% dari seluruh klien artritis reumatoid. Gambaran ektra-artikuler yang khas adalah ditemukannya nodul subkutan yang merupakan tanda patognomonik dan ditemukan pada 25% dari klien artritis reumatoid.
Gambar 3.2.3
 
d.      Kelenjar limfe
Terjadi pembesaran kelenjar limfe yang berasal dari aliran limfe sendi, hiperplasia folikuler, peningkatan aktivitas sistem retikuloendotelial dan proliferasi jaringan ikat yang mengakibatkan splenomegali.
e.       Saraf
Pada saraf terjadi perubahan pada jaringan periuneral berupa nekrosis fokal, rekasi epiteloid serta infiltrasi yang menyebabkan neuropati sehingga terjadi gangguan sensoris.
f.       Organ-organ Visea
Kelainan artritis reumatoid juga dapat terjadi pada organ visera seperti jantung dimana adanya demam reumatik kemungkinan akan menyebabkan gangguan pada katub jantung. (Muttaqin, Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskletal, 2006).

2.4  MANISFESTASI KLINIS REUMATOID ARTRITIS

Gejala awal terjadi pada beberapa sendi sehingga disebut poli artritis rheumatoid. Persendian yang paling sering terkena adalah sendi tangan, pergelangan tangan, sendi lutut, sendi siku pergelangan kaki, sendi bahu serta sendi panggul dan biasanya bersifat bilateral/simetris. Tetapi kadang-kadang hanya terjadi pada satu sendi disebut artritis reumatoid mono-artikular. (Chairuddin, 2003).
Kriteria dm American Rheumatism Association (ARA) yang di revisi 1987, adalah:
1.      Kaku pada pagi hari (morning stiffness). Pasien merasa kaku pada persendian dan di sekitarnya sejak bangun tidur sampai sekurang-kurangnya 1 jam sebelum perbaikan maksimal.
2.      Arthritis pada 3 daerah. Terjadi pembengkakan jaringan lunak atau persendian (soft tissue swelling) atau lebih efusi, bukan pembesaran tulang (hyperostosis). Terjadi pada sekurang-kurangnya 3 sendisecara bersamaan dalam observasi seorang dokter. Terdapat 14 persendian yang memenuhi criteria, yaitu interfalang proksimal, metakarpofalang, pergelangan tangan, siku, pergelangan kaki, dan metatarsofalang kiri dan kanan.
3.      Arthritis pada persendian tangan. Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu persendian tangan seperti tertera di atas.
4.      Arthritis simetris. Maksudnya keterlibatan sendi yang sama;(tidak mutlak bersifat simetris) pada kedua sisi secara serentak (symmetrical polyartritis simultaneously).
5.      Nodul rheumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan ektensor atau daerah jukstaartikular dalam observasi seorang dokter.
6.      Faktor rheumatoid serum positif. Terdapat titer abnormal faktor rheumatoid serum yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang dari 5% kelompok control.
7.      Terdapat perubahan gambaran radiologis yang khas pada pemeriksaan sinar rontgen tangan posteroanterior atau pergelangan tangan, yang harus menunjukkkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang  yang berlokalisasi pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi.

Diagnosis artritis reumatoid ditegakkan jika sekurang-kurangnya terpenuhi 4 dari 7 kriteria di atas. Kriteria 1 sampai 4 harus terdapat minimal selama 6 minggu. (Mansjoer, 2001).

2.5  PATOFISOLOGI REUMATOID ARTRITIS
Sebelum memahami patofisiologi penyakit reumatik penting untuk memahami lebih dahulu tentang anatomi normal dan fisiologi persendian diartrodial atau sinovial. Fungsi persendian sinovial adalah gerakan. Setiap sendi sinovial memiliki kisaran gerak tertentu kendati masing-masing orang tidak mempunyai kisaran gerak yang sama pada sendi-sendi yang dapat digerakkan.
Pada sendi sinovial yang normal, kartilago artikuler membungkus ujung tulang pada sendi dan menghasilkan permukaan yang licin serta ulet untuk gerakan. Membran sinovial melapisi dinding dalam kapsula fibrosa dan mensekresikan cairan ke dalam ruangan antar-tulang. Cairan sinovial ini berfungsi sebagai peredam kejut dan pelumas yang memungkinkan sendi untuk bergerak secara bebas dalam arah yang tepat.
Sendi merupakan bagian tubuh yang paling sering terkena inflamasi dan  degenerasi yang terlihat pada penyakit reumatik. Inflamasi akan terjadi pada persendian sebagai sinovitis. Pada penyakit reumatik inflamatori, inflamasi merupakan proses primer dan degenerasi yang terjadi merupakan proses sekunder yang timbul akibat pembentukan pannus (proliferasi jaringan sinovial). Inflamasi merupakan akibat dari respon imun.
Kartilago artikuler memainkan dua peranan mekanis yang penting dalam fisiologi sendi. Pertama, kartilago artikuler memberikan permukaan penahan beban yang licin secara nyata, dan bersama cairan sinovial, membuat gesekan (friksi) yang sangat rendah dalam gerakan. Kedua, kartilago akan meneruskan beban atau tekanan pada tulang sehingga mengurangi stres mekanis. Kartilago artikuler maupun tulang dapat normal tetapi beban (gaya yang dihasilkan oleh berat tubuh) berlebihan pada sendi menyebabkan jaringan tersebut gagal, atau beban pada sendi secara fisiologis masih banyak tetapi kartilago artikuler atau tulangnya tidak normal. (muttaqin, 2005).

Pada artritis reumatoid, reaksi autoimun terutama terjadi pada jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial, dan akhirnya membentuk panus. Panus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang, akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan generatif dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot.

Pada respon imun
Antigen mengaktivasi CD4+ sel T yang menstimulasi monosit, makrofag dan syinovial fibroblas untuk memproduksi interleukin-1, interleukin-6 dan TNF-α untuk mensekresikan matrik metaloproteinase melalui hubungan antar sel dengan bantuan CD69 dan CD11 melalui pelepasan mediator-mediator pelarut seperti interferon-γ dan interleukin-17. Interleukin-1, interlukin-6 dan TNF-α merupakan kunci terjadinya inflamasi pada rheumatoid arthritis.
Aktifasi CD4+ sel T juga menstimulasi sel B melalui kontak sel secara langsung dan ikatan dengan α1β2 integrin, CD40 ligan dan CD28 untuk memproduksi immunoglobulin meliputi rheumatoid faktor. Sebenarnya fungsi dari rhumetoid faktor ini dalam proses patogenesis reumatoid artritis tidaklah diketahui secara pasti, tapi kemungkinan besar reumatoid faktor mengaktiflkan berbagai komplemen melalui pembentukan immun kompleks.aktifasi CD4+ sel T juga mengekspresikan osteoclastogenesis yang secara keseluruhan ini menyebabkan gangguan sendi. Aktifasi makrofag, limfosit dan fibroblas juga menstimulasi angiogenesis sehingga terjadi peningkatan vaskularisasi yang ditemukan pada synovial penderita reumatoid artritis.

2.6  KOMPLIKASI REUMATOID ARTRITIS
·         Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying antirheumatoid drugs, DMRAD) yang menjadi penyebab mordibitas dan mortalitas utama pada artitis reumatoid.
·         Komplikasi syaraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas, sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan verterbra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis. (Mansjoer, 2001). Vaskulitis (inflamasi sistem vaskuler) dapat menyebabkan trombosis dan infark.
·         Nodulus reumatoid ekstrasinovial dapat terbentuk pada katup jantung atau pada paru, mata, atau limpa. Fungsi pernapasan dan jantung dapat terganggu. Glaukoma dapat terjadi apabila nodulus yang menyumbat aliran keluar cairan okular terbentuk pada mata.
·         Penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari , depresi, dan stres keluarga dapat menyertai eksaserbasi penyakit. (Corwin, 2009).
·         Osteoporosis.
·         Nekrosis sendi panggul.
·         Deformitaas sendi.
·         Kontraktur jaringan lunak.
·         Sindrom Sjogren (Bilotta, 2011).

2.7  PEMERIKSAAN PENUNJANG REUMATOID ARTRITIS
Tidak banyak berperan dalam diagnosis artritis reumatoid, namun dapat menyokong bila terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis pasien. Pada pemeriksaan laboraturium terdapat:
·         Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien artritis reumatoid terutama bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada pasien lepra, tuberkulosis paru, sirosis hepatis, hepatitis infeksiosa, lues, endokarditis bakterialis, penyakit kolagen, dan sarkoidosis.
·         Protein C-reaktif biasanya positif.
·         LED meningkat.
·         Leukosit normal atau meningkat sedikit.
·         Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.
·         Trombosit meningkat.
·         Kadar albumin serum turun dan globulin naik.
Pada pemeriksaan rotgen, semua sendi dapat terkena, tapi yang tersering adalah sendi metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi sakroiliaka jugasering terkena. Pada awalnya terjadi pembengkakan jaringan lunak dan demineralisasi juksta artikular. Kemudian terjadi penyempitan ruang sendi dan erosi. (Mansjoer, 2001).
Gambar RA rontgen :
 

2.8  PENATALAKSANAAN/PENGOBATAN REUMATOID ARTRITIS
Tujuan penatalaksanaan reumatoid artritis adalah mengurangi nyeri, mengurangi inflamasi, menghentikan kerusakan sendi dan meningkatkan fungsi dan kemampuan mobilisasi penderita.
Adapun penatalaksanaan umum pada rheumatoid arthritis antara lain :
1.      Pemberian terapi
Pengobatan pada rheumatoid arthritis meliputi pemberian aspirin untuk mengurangi nyeri dan proses inflamasi, NSAIDs untuk mengurangi inflamasi, pemberian corticosteroid sistemik untuk memperlambat destruksi sendi dan imunosupressive terapi untuk menghambat proses autoimun.

2.      Pengaturan aktivitas dan istirahat
Pada kebanyakan penderita, istirahat secara teratur merupakan hal penting untuk mengurangi gejala penyakit. Pembebatan sendi yang terkena dan pembatasan gerak yang tidak perlu akan sangat membantu dalam mengurangi progresivitas inflamasi. Namun istirahat harus diseimbangkan dengan latihan gerak untuk tetap menjaga kekuatan otot dan pergerakan sendi.

3.      Kompres panas dan dingin
Kompres panas dan dingin digunakan untuk mendapatkan efek analgesic dan relaksan otot. Dalam hal ini kompres hangat lebih efektive daripada kompres dingin.

4.      Diet
Untuk penderita rheumatoid arthritis disarankan untuk mengatur dietnya. Diet yang disarankan yaitu asam lemak omega-3 yang terdapat dalam minyak ikan.
Mengkonsumsi makanan seperti tahu untuk pengganti daging, memakan buah beri untuk menurunkan kadar asam urat dan mengurangi inflamasi.
Hindari makanan yang banyak mengandung purin seperti bir dari minuman beralkohol, ikan anchovy, sarden, herring, ragi, jerohan, kacang-kacangan, ekstrak daging, jamur, bayam, asparagus, dan kembangkol karena dapat menyebabkan penimbunan asam urat dipersendian.

5.      Banyak minum air untuk membantu mengencerkan asam urat yang terdapat dalam darah sehingga tidak tertimbun di sendi. (NANDA, 2013).

6.      Gizi
Pemenuhan gizi pada atritis reumatoid adalah untuk mencapai dan mempertahankan status gizi yang optimal serta mengurangi peradangan pada sendi. Adapun syarat–syarat diet atritis rheumatoid adalah protein cukup, lemak sedang, cukup vitamin dan mineral, cairan disesuaikan dengan urine yang dikeluarkan setiap hari. Rata–rata asupan cairan yang dianjurkan adalah 2 – 2 ½ L/hari, karbohidrat dapat diberikan lebih banyak yaitu 65 – 75% dari kebutuhan energi total.

7.      Pembedahan
Pembedahan dilakukan apabila rheumatoid arthritis sudah mencapai tahap akhir. Bentuknya dapat berupa tindakan arhthrodesis untuk menstabilkan sendi, arthoplasty atau total join replacement untuk mengganti sendi.











ASUHAN KEPERAWATAN REMATOID ATRITIS

3.1   PENGKAJIAN
a.       Identitas
1.      Identitas pasien
Nama : Ny.M
Umur : 35 Thn
Jenis kelamin : wanita
Alamat : gunung pangilun
Agama : islam
Suku : minang
Pendidikan  : smp
Tanggal MRS : 5 desember 2016
Tanggal pengkajian : 5 desember 2016
No.REG: 129754
dx.medis
2.      Identitas penanggung jawab
Nama : Tn. T
Umur : 45 Thn
Alamat : gunung pangilun
Agama : islam
Hubungan dengan pasien  : suami
b.      Keluhan utama : nyeri pada persendiaan      
8
Riwayat penyakit sekarang : pasien mengeluh sakit pada persendiaan tangan hinga pergelangan kaki

d.      Riwayat penyakit dahulu :  pasien tidak pernah masuk rumah sakit sebelumnya
e.       Riwayat penyakit keluarga : tidak ada keluarga yang mengalami penyakit kronik
f.       Riwayat psikososial
Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi apalagi pad pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi karean ia merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan kegiatan sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap konsep diri klien khususnya aspek body image dan harga diri klien.

2.      Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik berfokus pada aktivitas dan olahraga yang menonjolkan kesejajaran tubuh, cara berjalan, penampilan dan pergerakan sendi, kemampuan dan keterbatasan gerak, kekuatan dan massa otot, serta toleransi aktivitas.
1.      Kesejajaran tubuh
Tujuan pemeriksaan kesejajaran tubuh adalah untuk mengidentifikasi perubahan postur akibat pertumbuhan dan perkembangan normal, hal-hal yang perlu dipelajari untuk mempertahankan postur tubuh yang baik, faktor yang menyebabkan postur tubuh yang buruk (misalnya kelelahan dan harga diri rendah) , serta kelemahan otot dan kerusakan motorik lainnya. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menginspeksi pasien dari sisi lateral, dan posterior guna mengamati apakah bahu dan pinggul sejajar, jari-jari kaki mengarah kedepan dan tulang belakang lurus, tidak melengkung kesisi lain (Mubarok, Nurul & Chayatin, 2007).

2.      Cara berjalan
Pengkajian berjalan dilakukan untuk mengidentifikasi mobilitas klien dan resiko cedera akibat jatuh. Hal ini dilakukan dengan meminta klien berjalan sejauh kurang lebih 10 kaki didalam ruangan, kemudian amati hal-hal berikut: kepala tegak, pandangan lurus, dan tulang belakang lurus. Tumit menyentuh tanah lebih dulu dari pada jari kaki, kaki dorsofleksi pada fase ayunan.Lengan mengayun kedepan bersamaan dengan ayunan kaki disisi yang berlawanan.Gaya berjalan halus, terkoordinasi, dan berirama, ayunan tubuh dari sisi ke sisi minimal dan tubuh bergerak lurus kedepan, dan gerakan dimulai dan di akhiri dengan santai.Selain itu perawat juga perlu mengkaji kecepatan berjalan (normalnya 70-100 langkah permenit) (Mubarok, Nurul & Chayatin, 2007).
3.        Penampilan dan pergerakan sendi
Pemeriksaan ini meliputi inspeksi, palpasi, serta pengkajian rentang gerak aktif atau rentang gerak pasif. Hal-hal yang dikaji antara lain: adanya kemerahan atau pembengkakan sendi, adanya deformitas, perkembangan otot yang terkait dengan masing-masing sendi, adanya nyeri tekan, krepitasi, peningkatan temperatur di sekitar sendi dan derajat gerak sendi.
4.        Kemampuan dan keterbatasan gerak.            
Pengkajian ini bertujuan untuk mendapatkan data tentang adanya indikasi rintangan dan keterbatasan pada pergerakan klien dan kebutuhan untuk memperoleh bantuan. Hal-hal yang perlu di kaji antara lain :
a.       Bagaimana penyakit klien mempengaruhi kemampuan klien untuk bergerak.
b.      Adanya hambatan dalam bergerak
c.       Kewaspadaan mental dan kemampuan klien untuk mengikuti petunjuk.
d.      Keseimbangan dan koordinasi klien
e.       Adanya hipotensi ortostatik sebelum berpindah tempat.
f.       Derajat kenyamanan klien
g.      Penglihatan
5.        Kekuatan dan masa otot.
6.        Toleransi aktivitas
7.        Masa terkait mobilisasi
Pemeriksaan ini dilakukan segera setelah klien mengalami imobilisasi. Data yang diperoleh tersebut kemudian menjadi standar (data dasar) yang akan di bandingkan dengan data selama periode imobilisasi(Mubarok, Nurul &Chayatin )

3.       Pemeriksaan penunjang
a.         Pemeriksaan Laboratorium

Beberapa hasil uji laboratorium dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis artritis reumatoid. Sekitar 85% penderita artritis reumatoid mempunyai autoantibodi di dalam serumnya yang dikenal sebagai faktor reumatoid. Autoantibodi ini adalah suatu faktor anti-gama globulin (IgM) yang bereaksi terhadap perubahan IgG. Titer yang tinggi, lebih besar dari 1:160, biasanya dikaitkan dengan nodula reumatoid, penyakit yang berat, vaskulitis, dan prognosis yang buruk.
Faktor reumatoid adalah suatu indikator diagnosis yang membantu, tetapi uji untuk menemukan faktor ini bukanlah suatu uji untuk menyingkirkan diagnosis reumatoid artritis.Hasil yang positif dapat juga menyatakan adanya penyakit jaringan penyambung seperti lupus eritematosus sistemik, sklerosis sistemik progresif, dan dermatomiositis.Selain itu, sekitar 5% orang normal memiliki faktor reumatoid yang positif dalam serumnya. Insidens ini meningkat dengan bertambahnya usia. Sebanyak 20% orang normal yang berusia diatas 60 tahun dapat memiliki faktor reumatoid dalam titer yang rendah.
  Laju endap darah (LED) adalah suatu indeks peradangan yang bersifat tidak spesifik.Pada artritis reumatoid nilainya dapat tinggi (100 mm/jam atau lebih tinggi lagi). Hal ini berarti bahwa laju endap darah dapat dipakai untuk memantau aktifitas penyakit. Artritis reumatoid dapat menyebabkan anemia normositik normokromik melalui pengaruhnya pada sumsum tulang. Anemia ini tidak berespons terhadap pengobatan anemia yang biasa dan dapat membuat penderita cepat lelah. Seringkali juga terdapat anemia kekurangan besi sebagai akibat pemberian obat untuk mengobati penyakit ini. Anemia semacam ini dapat berespons terhadap pemberian besi. 
  Pada Sendi Cairan sinovial normal bersifat jernih, berwarna kuning muda hitung sel darah putih kurang dari 200/mm3. Pada artritis reumatoid cairan sinovial kehilangan viskositasnya dan hitungan sel darah putih meningkat mencapai 15.000 – 20.000/ mm3. Hal ini membuat cairan menjadi tidak jernih. Cairan semacam ini dapat membeku, tetapi bekuan biasanya tidak kuat dan mudah pecah. Pemeriksaan laboratorium khusus untuk membantu menegakkan diagnosis lainya, misalnya : gambaran immunoelectrophoresis HLA (Human Lymphocyte Antigen) serta Rose-Wahler test.

b.      Pemeriksaan Radiologi
Pada awal penyakit tidak ditemukan, tetapi setelah sendi mengalami kerusakan yang berat dapat terlihat penyempitan ruang sendi karena hilangnya rawan sendi. Terjadi erosi tulang pada tepi sendi dan penurunan densitas tulang.Perubahan ini sifatnya tidak reversibel.Secara radiologik didapati adanya tanda-tanda dekalsifikasi (sekurang-kurangnya) pada sendi yang terkena.







Analisa Data
No
Symptom
Etiologi
Problem
1.
Keluhan nyeri, ketidaknyamanan, kelelahan, berfokus pada diri sendiri, Perilaku distraksi/ respons autonomic
Distensi jaringan akibat akumulasi cairan/proses inflamasi, destruksi sendi
Nyeri
2.
Keengganan untuk mencoba bergerak/ ketidakmampuan untuk dengan sendiri bergerak dalam lingkungan fisik.
deformitas skeletal,
nyeri, penurunan kekuatan otot
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan.
3.
Perubahan fungsi dari bagian-bagian yang sakit.
deformitas skeletal,
nyeri, penurunan kekuatan otot
Gangguan Citra Tubuh
4.
Ketidakmampuan untuk mengatur kegiatan sehari-hari.
kerusakan musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi
Defisit perawatan diri
5.
Sering terjatuh Aktifitas menggunakan alat bantu.
Penurunan aktifitas motorik
Hilangnya kekuatan  otot dan sendi,  penurunan kekuatan, Penurunan fungsi sensorik dan motorik.
Resiko Infeksi




1.3  Rencana Keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan NOC
NIC
Rasional
Nyeri b.d agen pencedera, distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
Ds : Px mengeluh nyeri disekitar persendian.
Do :
-   P : proses inflamasi
-   Q : nyeri dan panas
-   R : persendian
-   S : 1-10
-   T : meningkat di pagi hari.
-   Wajah meringis.
-   Permukaan sendi tampak merah.
Tujuan : setelah dilakukan intervensi selama 3 x 24 jam nyeri berkurang/teratasi.
NOC :
-  Skala nyeri 1-2
-  Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk mencegah nyeri.
-  Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis.
-  Menunjukkan tekhnik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
Mandiri :
-  Kaji kualitas nyeri yang komprehensif, meliputi : lokasi, karakteristik, durasi, kualitas, keparahan, dan faktor presipitasinya.
-  Observasi isyarat ketidaknyamanan non verbal.
HE :
-  Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab, seberapa lama akan berlangsung, serta cara mengantisipasi nyeri tersebut.
-  Ajarkan penggunaan tekhnik non farmakologi untuk mengendalikan nyeri.
Kolaborasi :
-  Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau menimbulkan keluhan lainnya.

Membantu dalam menentukan tingkat keparahan serta dalam menyusun intervensi yang akan dilakukan selanjutnya.



Mengurangi tingkat kecemasan pasien akibat nyeri yang dirasakan.

Membantu mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.


Membantu menilai tingkat keberhasilan dari tindakan yang dilakukan sebelumnya.
Gangguan mobilitsas fisik bd kekakuan sendi.
Ds :  Px mengatakan sukit bergerak.
Do :
-   Px kesulitan bergerak.
-   Px dibantu keluarga saat beraktivitas.
-   Keterbatasan rentang gerak (ROM)
Tujuan: setelah di lakukan tindakan selama 3 x 24 jam mobilitas fisik pasien mulai membaik.
NOC :
-   Melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri.
-   ROM aktif.
Mandiri :
-   Kaji kebutuhan akan bantuan pelayanan kesehatan dirumah dan kebutuhan akan peralatan pengobatan yang tahan lama.
HE :
-   Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif / pasif.


Kolaborasi :
-    Kolaborasi dengan ahli terapi fisik sebagai sumber dalam perencaanaan aktivitas perawatan pasien.

Membantu menentukan sejauh mana tindakan keperawatan yang bisa dilakukan.

Latihan ROM aktif/pasif membantu meningkatkan dan mempertahankan kekuatan otot.

Membantu dalam memodifikasi latihan yang bisa dilakukan oleh pasien.
Gangguan body image bd deformitas sendi.
Ds : Px mengungkapkan adanya perasaan negatif tentang tubuhnya.
Do :
-   Deformitas sendi.
-   Nodul pada sendi.
Tujuan: setelah di lakukan tindakan selama 3 x 24 jam pasien dapat menerima keadaan tubuhnya.
NOC :
-   Pengakuan terhadap perubahan aktual pada penampilan tubuh.
-   Memelihara hubungan sosial yang dekat dan hubungan personal.
Mandiri :
-   Kaji respon verbal dan nonverbal pasien terhadap perubahan tubuhnya.

HE :
-   Dorong pasien/keluarga untuk mengidentifikasi mekanisme koping dan kekuatan personal dan pengakuan keterbatasan.

Menentukan seberapa jauh masalah mempengaruhi peranan individu pasien.

Membantu pasien untuk menerima kekurangan pada tubuhnya.






























BAB 4
PENUTUP

4.1     Kesimpulan
Rheumatoid Arthritis (RA) merupakan penyakit autoimun (penyakit yang terjadi pada saat tubuh diserang oleh sistem kekebalan tubuhnya sendiri) yang mengakibatkan peradangan dalam waktu lama pada sendi.Penyakit ini menyerang persendian, biasanya mengenai banyak sendi, yang ditandai dengan radang pada membran sinovial dan struktur-struktur sendi serta atrofi otot dan penipisan tulang.
Penyebab penyakit rheumatoid arthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi), faktor metabolik, dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008).

4.2     Saran
              
            Diharapkan mampu memahami tentang penyakit Rheumatoid Atritis dan dapat menerapkan bagaimana cara penanganan pasien dengan Rheumatoid Atritis.
            Diharapkan dapat memberikan penjelasan yang lebih luas tentang Rheumatoid Atritis dan dapat lebih banyak menyediakan referensi-referensi buku tentang penyakit-penyakit serta asuhan keperawatan penyakit tersebut.
         
            Diharapakan agar lebih mengerti dan memahami tentang Rheumatoid Atritis serta bagaimana penyebaran dan penularan Rheumatoid Atritis untuk meningkatkan mutu kesehatan masyarakat.










DAFTAR PUSTAKA


Doenges E Marilynn, 2000., Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta

Kalim, Handono, 1996., Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Mansjoer, Arif, 2000., Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculaapius FKUI, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar