MAKALAH
SISTEM IMUN
ASUHAN KEPERAWATAN Rheumatoid Artritis
DOSEN PEMBIMBING: Ns.zuriati,S,kep,M,kep,CBWT
Disusun Oleh
Kelompok 4 :
1. CLARA FITIANA
2. EVI OKTAVIANI
3. RAHMATIA WULANDA
4. GITTA SINTIA FITRI
5. DEDEA THERENLY HARKA
6. AGUNG
7. MEGI WAHYUDI
PRODI KEPERAWATAN STIKes ALIFAH PADANG
2016
KATA PENGANTAR
Dengan
memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena ridho dan
kehendak-Nya akhirnya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan Judul
“Asuhan
Keperawatan Pada Klien dengan Rheumatoid Artritis” dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini dibuat
untuk memenuhi
tugas mata kuliah SISTEM
IMUN
Dalam pembuatan makalah ini, kami mendapatkan beberapa
kesulitan dalam penulisan dan keterbatasan dalam memperoleh literatur, Namun berkat bantuan dari berbagai
pihak akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu, kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami untuk
menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari masih banyak terdapat
kekurangan dalam penulisan makalah ini, karena itu kami mohon arahan, saran dan
kritik yang sifatnya menyempurnakan makalah ini. Kami berharap makalah ini
dapat diterima dan bermanfaat bagi kita semua. Amin Ya Rabbal Alamin.
Padang,8 desember 2016
Kelompok IV
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Perubahan – perubahan akan terjadi pada tubuh
manusia sejalan dengan makin meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak
awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan
demikian itu tampak pula pada semua sistem muskuloskeletal dan jaringan lain
yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya beberapa golongan reumatik.
Salah satu golongan penyakit reumatik yang sering menyertai usia lanjut yang
menimbulkan gangguan muskuloskeletal terutama adalah reumatoid artritis.
Kejadian penyakit tersebut akan makin meningkat sejalan dengan meningkatnya
usia manusia.
Menguntip pendapat Sjamsuhidajat (1997), artritis reumatoid
merupakan penyakit autoimun dari jaringan ikat terutama sinovial dan kausanya
multifaktor. Penyakit ini ditemukan pada semua sendi dan sarung sendi tendon,
tetapi paling sering di tangan. Selain menyerang sendi tangan, dapat pula menyerang
sendi siku, kaki, pergelangan kaki dan lutut. Artritis kronik yang terjadi pada
anak yang menyerang satu sendi atau lebih, dikenal dengan artitis reumatoid
juvenil.
Biasanya reumatoid artritis timbul secara sistemik. Gejala yang
timbul berupa nodul subkutan yang terlihat pada 30% penderita. Nodul sering
terdapat di ekstremitas atas dan tampak sebagai vaskulitis reumatoid, yang
merupakan manisfestasi ekstraartikuler. Bila penyakit ini terjadi bukan pada
sendi, seperti bursa, sarung tendon, dan lokasi lainnya dinamakan reumatoid
ektraarikuler.
Reumatik bukan merupakan suatu penyakit, tapi
merupakan suatu sindrom dan golongan penyakit yang menampilkan perwujudan
sindroma reumatik cukup banyak, namun semuanya menunjukkan adanya persamaan
ciri. Menurut kesepakatan para ahli di bidang rematologi, reumatik dapat
terungkap sebagai keluhan atau tanda. Dari kesepakatan, dinyatakan ada tiga
keluhan utama pada sistem muskuloskeletal yaitu: nyeri, kekakuan (rasa kaku)
dan kelemahan, serta adanya tiga tanda utama yaitu: pembengkakan sendi.,
kelemahan otot, dan gangguan gerak. (Soenarto, 1982).
Reumatik dapat terjadi pada semua umur dari
kanak – kanak sampai usia lanjut, atau sebagai kelanjutan sebelum usia lanjut. Pucak
dari reumatoid artritis terjadi
pada umur dekade keempat, dan penyakit ini terdapat pada wanita 3 kali lebih
sering dari pada laki- laki. Terdapat insiden familial ( HLA DR-4 ditemukan
pada 70% pasien ). Untuk itu akan dibahas lebih lanjut pada makalah tentang
asuhan keperawatan pada klien dengan reumatoid artritis.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Bagaimana konsep dasar reumatoid
artritis dan asuhan keperawatan pada klien dengan reumatoid
artritis ?
1.3 TUJUAN PENULISAN
1.
Untuk mengetahui pengertian reumatoid artritis.
2.
Untuk
mengetahui etiologi reumatoid artritis.
3.
Untuk
mengetahui manisfestasi klinis reumatoid artritis.
4.
Untuk
mengetahui patofisiologi reumatoid artritis.
5.
Untuk
mengetahui komplikasi reumatoid artritis.
6.
Untuk
mengetahui prognosis reumatoid artritis.
7.
Untuk
mengetahui pemeriksaan penunjang reumatoid artritis.
8.
Untuk
mengetahui penatalaksanaan/pengobatan reumatoid artritis.
9.
Untuk
menjabarkan asuhan keperawatan pada klien dengan reumatoid artritis.
1.4 MANFAAT PENULISAN
Dengan makalah ini diharapkan supaya para pembaca bisa lebih
mengenal terhadap tanda dan gejala yang berhubungan dengan reumatoid artritis. Dan menyampaikan
kepada para pembaca tentang asuhan keperawatan reumatoid artritis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN REUMATOID
ARTRITIS
Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani.
Pertama, arthron, yang berarti sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan.
Secara harfiah, arthritis berarti radang sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis
adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan
kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali
akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Gordon, 2002).
Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi
non-bakterial yang bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai
sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris. Artritis reumatoid adalah
gangguan kronik yang menyerang berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah
satu dan sekelompok penyakit jaringan penyambung difus yang diperantai oleh
imunitas dan tidak diketahui sebab-sebabnya. Biasanya terjadi destrukti sendi
progesif, walaupun episode peradangan sendi dapat mengalami masa remisi.
Artritis reumatoid merupakan inflamasi kronik
yang paling sering ditemukan pada sendi. Insiden puncak adalah antara usia 40
hingga 60 tahun, lebih sering pada wanita daripada pria dengan perbandingan 3 :
1. Penyakit ini menyerang sendi-sendi kecil pada tangan, pergelangan kaki dan
sendi-sendi besar dilutut, panggul serta pergelangan tangan. (Muttaqin,
2006)
Arthritis rheumatoid adalah penyakit sistemik
dengan gejala ekstra–artikuler. (Smeltzer, 2001).
Reumatoid Artritis (RA) adalah suatu
penyakit inflamasi kronis yang menyebabkan degenerasi jaringan penyambung.
Jaringan penyambung yang biasanya mengalami kerusakan pertama kali adalah
membran sinovial, yang melapisi sendi. Pada RA, inflamasi tidak berkurang dan
menyebar ke struktur sendi disekitarnya, termasuk kartilago artikular dan
kapsul sendi fibrosa. Akhirnya, ligamen dan tendon mengalami. Inflamasi
ditandai oleh akumulasi sel darah putih, aktivasi komplemen, fagositosis
ekstensif, dan pembentukan jaringan parut. Pada inflamasi kronis, membran
sinovial mengalami hipertropi dan menebal sehingga menyumbat aliran darah dan
lebih lanjut menstimulasi nekrosis sel dan respon inflamasi. Sinovium yang
menebal menjadi ditutup oleh jaringan granular inflamasi yang disebut panus.
Panus dapat menyebar ke seluruh sendi sehingga menyebabkan inflamasi dan
pembentukan jaringan parut lebih lanjut. Proses ini secara lambat merusak
tulang dan menimbulkan nyeri hebat serta deformitas. (Corwin, 2009).
Klasifikasi Rheumatoid
Arthritis :
Buffer (2010) mengklasifikasikan
rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
1. Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7
kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling
sedikit dalam waktu 6 minggu.
2. Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5
kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling
sedikit dalam waktu 6 minggu.
3. Probable rheumatoid arthritis pada tipe
ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung
terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
4. Possible rheumatoid arthritis pada tipe
ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung
terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.
2.2 ETIOLOGI REUMATOID
ARTRITIS
Penyebab artritis reumatoid masih
belum diketahui secara pasti walaupun banyak hal mengenai patologis penyakit
ini telah terungkap. penyakit ini belum dapat dipastikan mempunyai hubungan
dengan faktor genetik. Namun, berbagai faktor termasuk kecendrungan genetik
bisa memengaruhi reaksi autoimun. Faktor-faktor yang berperan antara lain
adalah jenis kelamin, infeksi (Price, 1995), keturunan (Price,
1995; Noer S, 1996), dan lingkungan (Noer S, 1996).
Agen spesifik penyebab arthritis
rheumatoid belum dapat dipastikan, tetapi jelas ada interaksi factor genetik
dengan faktor lingkungan. (Maini dan Feldmann, 1998: Blab et al,
1999). Namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen –
antibodi), factor metabolik dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung
& Raenah, 2008).
2.3 PATOLOGI REUMATOID
ARTRITIS
1) Kelainan
pada sinovia
Kelainan artitis reumatoid dimulai pada sinovia berupa sinovitis. Pada tahap
awal terjadi hiperemi dan pembengkakan pada sel-sel yang meliputi sinovia
disertai dngan infiltrasi limposit dan sel-sel plasma. Selanjutnya terjadi
pembentukan vilus berkembang ke arah ruang sendi dan terjadi nekrosis dan
kerusakan dalam ruang sendi. Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan daerah
nekrosis fibrinoid yang diliputi oleh jaringan fibroblas membentuk garis radial
kearah bagian yang nekrosis.
2) Kelainan pada tendo
Pada tendo terjadi tenosinovitis disertai dengan invasi kolagen yang dapat menyebabkan ruptur tendo secara parsial atau total.
2) Kelainan pada tendo
Pada tendo terjadi tenosinovitis disertai dengan invasi kolagen yang dapat menyebabkan ruptur tendo secara parsial atau total.
3) Kelainan
pada tulang.
Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :
a.
Stadium I (stadium sinovitis)
Pada stadium ini terjadi
perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai hiperemi, edema karena
kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun istirahat, bengkak dan kekakuan.
b. Stadium II (stadium destruksi)
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial
terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
c. Stadium III (stadium
deformitas)
Pada stadium ini terjadi
perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi
secara menetap.
4) Kelainan pada jaringan ekstra
artikular.
Perubahan patologis yang dapat
terjadi pada jaringan ekstra-artikuler adalah :
a.
Otot
Pada otot terjadi miopati yang pada
elektromiograf menunjukkan adanya degenerasi serabut otot.
b.
Pembuluh darah kapiler
Terjadi
perubahan pada pembuluh darah sedang dan kecil berupa artritis nekrotik.
Akibatnya terjadi gangguan respon arteriol terhadap temperatur.
c.
Nodul subkutan
Nodul
subkutan terdiri atas unit jaringan yang nekrotik di bagian sentral dan
dikelilingi oleh lapisan sel mnonuklear yang tersusun secara radier dengan
jaringan ikat yang padat dan diinfiltrasi oleh sel-sel bulat. Nodul subkutan
hanya ditemukan pada 25% dari seluruh klien artritis reumatoid. Gambaran
ektra-artikuler yang khas adalah ditemukannya nodul subkutan yang merupakan
tanda patognomonik dan ditemukan pada 25% dari klien artritis reumatoid.
Gambar
3.2.3
d.
Kelenjar limfe
Terjadi
pembesaran kelenjar limfe yang berasal dari aliran limfe sendi, hiperplasia
folikuler, peningkatan aktivitas sistem retikuloendotelial dan proliferasi
jaringan ikat yang mengakibatkan splenomegali.
e.
Saraf
Pada
saraf terjadi perubahan pada jaringan periuneral berupa nekrosis fokal, rekasi
epiteloid serta infiltrasi yang menyebabkan neuropati sehingga terjadi gangguan
sensoris.
f.
Organ-organ Visea
Kelainan
artritis reumatoid juga dapat terjadi pada organ visera seperti jantung dimana
adanya demam reumatik kemungkinan akan menyebabkan gangguan pada katub jantung.
(Muttaqin, Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskletal, 2006).
2.4 MANISFESTASI KLINIS
REUMATOID ARTRITIS
Gejala awal terjadi pada beberapa sendi sehingga disebut
poli artritis rheumatoid. Persendian yang paling sering terkena adalah sendi
tangan, pergelangan tangan, sendi lutut, sendi siku pergelangan kaki, sendi
bahu serta sendi panggul dan biasanya bersifat bilateral/simetris. Tetapi
kadang-kadang hanya terjadi pada satu sendi disebut artritis reumatoid
mono-artikular. (Chairuddin, 2003).
Kriteria dm American Rheumatism Association (ARA)
yang di revisi 1987, adalah:
1.
Kaku pada pagi hari (morning stiffness). Pasien merasa kaku pada
persendian dan di sekitarnya sejak bangun tidur sampai sekurang-kurangnya 1 jam
sebelum perbaikan maksimal.
2.
Arthritis pada 3 daerah. Terjadi pembengkakan jaringan lunak atau persendian (soft
tissue swelling) atau lebih efusi, bukan pembesaran tulang (hyperostosis).
Terjadi pada sekurang-kurangnya 3 sendisecara bersamaan dalam observasi seorang
dokter. Terdapat 14 persendian yang memenuhi criteria, yaitu interfalang
proksimal, metakarpofalang, pergelangan tangan, siku, pergelangan kaki, dan
metatarsofalang kiri dan kanan.
3.
Arthritis pada persendian tangan. Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu
persendian tangan seperti tertera di atas.
4.
Arthritis simetris. Maksudnya keterlibatan sendi yang sama;(tidak mutlak
bersifat simetris) pada kedua sisi secara serentak (symmetrical polyartritis
simultaneously).
5.
Nodul rheumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan
ektensor atau daerah jukstaartikular dalam observasi seorang dokter.
6.
Faktor rheumatoid serum positif. Terdapat titer abnormal faktor rheumatoid
serum yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang dari 5%
kelompok control.
7.
Terdapat perubahan gambaran radiologis yang khas pada pemeriksaan sinar rontgen
tangan posteroanterior atau pergelangan tangan, yang harus menunjukkkan adanya
erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokalisasi pada sendi atau daerah
yang berdekatan dengan sendi.
Diagnosis artritis reumatoid ditegakkan jika sekurang-kurangnya
terpenuhi 4 dari 7 kriteria di atas. Kriteria 1 sampai 4 harus terdapat minimal
selama 6 minggu. (Mansjoer, 2001).
2.5 PATOFISOLOGI REUMATOID
ARTRITIS
Sebelum memahami patofisiologi
penyakit reumatik penting untuk memahami lebih dahulu tentang anatomi normal
dan fisiologi persendian diartrodial atau sinovial. Fungsi
persendian sinovial adalah gerakan. Setiap sendi sinovial memiliki kisaran
gerak tertentu kendati masing-masing orang tidak mempunyai kisaran gerak yang
sama pada sendi-sendi yang dapat digerakkan.
Pada sendi sinovial yang normal,
kartilago artikuler membungkus ujung tulang pada sendi dan menghasilkan
permukaan yang licin serta ulet untuk gerakan. Membran sinovial melapisi
dinding dalam kapsula fibrosa dan mensekresikan cairan ke dalam ruangan
antar-tulang. Cairan sinovial ini berfungsi sebagai peredam kejut dan pelumas
yang memungkinkan sendi untuk bergerak secara bebas dalam arah yang tepat.
Sendi merupakan bagian tubuh yang
paling sering terkena inflamasi dan degenerasi yang terlihat pada
penyakit reumatik. Inflamasi akan terjadi pada persendian sebagai sinovitis.
Pada penyakit reumatik inflamatori, inflamasi merupakan proses primer dan
degenerasi yang terjadi merupakan proses sekunder yang timbul akibat
pembentukan pannus (proliferasi jaringan sinovial). Inflamasi merupakan akibat
dari respon imun.
Kartilago artikuler memainkan dua
peranan mekanis yang penting dalam fisiologi sendi. Pertama, kartilago
artikuler memberikan permukaan penahan beban yang licin secara nyata, dan
bersama cairan sinovial, membuat gesekan (friksi) yang sangat rendah dalam
gerakan. Kedua, kartilago akan meneruskan beban atau tekanan pada tulang
sehingga mengurangi stres mekanis. Kartilago artikuler maupun tulang dapat
normal tetapi beban (gaya yang dihasilkan oleh berat tubuh) berlebihan pada
sendi menyebabkan jaringan tersebut gagal, atau beban pada sendi secara
fisiologis masih banyak tetapi kartilago artikuler atau tulangnya tidak normal.
(muttaqin, 2005).
Pada artritis reumatoid, reaksi
autoimun terutama terjadi pada jaringan sinovial. Proses fagositosis
menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen
sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial, dan akhirnya membentuk
panus. Panus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang,
akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot
akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan generatif
dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot.
Pada
respon imun
Antigen mengaktivasi CD4+ sel T yang
menstimulasi monosit, makrofag dan syinovial fibroblas untuk memproduksi
interleukin-1, interleukin-6 dan TNF-α untuk mensekresikan matrik
metaloproteinase melalui hubungan antar sel dengan bantuan CD69 dan CD11 melalui
pelepasan mediator-mediator pelarut seperti interferon-γ dan interleukin-17.
Interleukin-1, interlukin-6 dan TNF-α merupakan kunci terjadinya inflamasi pada
rheumatoid arthritis.
Aktifasi CD4+ sel T juga menstimulasi sel B
melalui kontak sel secara langsung dan ikatan dengan α1β2 integrin, CD40 ligan dan CD28 untuk memproduksi immunoglobulin
meliputi rheumatoid faktor. Sebenarnya fungsi dari rhumetoid faktor ini dalam
proses patogenesis reumatoid artritis tidaklah diketahui secara pasti, tapi kemungkinan
besar reumatoid faktor mengaktiflkan berbagai komplemen melalui pembentukan
immun kompleks.aktifasi CD4+ sel T juga mengekspresikan osteoclastogenesis yang
secara keseluruhan ini menyebabkan gangguan sendi. Aktifasi makrofag, limfosit
dan fibroblas juga menstimulasi angiogenesis sehingga terjadi peningkatan
vaskularisasi yang ditemukan pada synovial penderita reumatoid artritis.
2.6 KOMPLIKASI REUMATOID
ARTRITIS
·
Kelainan
sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang
merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS)
atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying antirheumatoid
drugs, DMRAD) yang menjadi penyebab mordibitas dan mortalitas utama pada
artitis reumatoid.
·
Komplikasi
syaraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas, sehingga sukar dibedakan
antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan
mielopati akibat ketidakstabilan verterbra servikal dan neuropati iskemik
akibat vaskulitis. (Mansjoer, 2001). Vaskulitis (inflamasi sistem
vaskuler) dapat menyebabkan trombosis dan infark.
·
Nodulus
reumatoid ekstrasinovial dapat terbentuk pada katup jantung atau pada paru,
mata, atau limpa. Fungsi pernapasan dan jantung dapat terganggu. Glaukoma dapat
terjadi apabila nodulus yang menyumbat aliran keluar cairan okular terbentuk
pada mata.
·
Penurunan
kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari , depresi, dan stres
keluarga dapat menyertai eksaserbasi penyakit. (Corwin, 2009).
·
Osteoporosis.
·
Nekrosis
sendi panggul.
·
Deformitaas
sendi.
·
Kontraktur
jaringan lunak.
·
Sindrom
Sjogren (Bilotta, 2011).
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
REUMATOID ARTRITIS
Tidak banyak
berperan dalam diagnosis artritis reumatoid, namun dapat menyokong bila
terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis pasien. Pada pemeriksaan
laboraturium terdapat:
· Tes faktor
reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien artritis reumatoid terutama
bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada pasien lepra, tuberkulosis paru,
sirosis hepatis, hepatitis infeksiosa, lues, endokarditis bakterialis, penyakit
kolagen, dan sarkoidosis.
· Protein
C-reaktif biasanya positif.
· LED
meningkat.
· Leukosit
normal atau meningkat sedikit.
· Anemia
normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.
· Trombosit
meningkat.
· Kadar
albumin serum turun dan globulin naik.
Pada pemeriksaan rotgen, semua sendi dapat terkena,
tapi yang tersering adalah sendi metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi
sakroiliaka jugasering terkena. Pada awalnya terjadi pembengkakan jaringan
lunak dan demineralisasi juksta artikular. Kemudian terjadi penyempitan ruang
sendi dan erosi. (Mansjoer, 2001).
Gambar RA rontgen :
2.8 PENATALAKSANAAN/PENGOBATAN
REUMATOID ARTRITIS
Tujuan penatalaksanaan reumatoid
artritis adalah mengurangi nyeri, mengurangi inflamasi, menghentikan kerusakan
sendi dan meningkatkan fungsi dan kemampuan mobilisasi penderita.
Adapun penatalaksanaan umum pada rheumatoid arthritis antara
lain :
1.
Pemberian terapi
Pengobatan pada rheumatoid arthritis meliputi pemberian
aspirin untuk mengurangi nyeri dan proses inflamasi, NSAIDs untuk mengurangi
inflamasi, pemberian corticosteroid sistemik untuk memperlambat destruksi sendi
dan imunosupressive terapi untuk menghambat proses autoimun.
2.
Pengaturan aktivitas dan istirahat
Pada kebanyakan penderita, istirahat secara teratur
merupakan hal penting untuk mengurangi gejala penyakit. Pembebatan sendi yang
terkena dan pembatasan gerak yang tidak perlu akan sangat membantu dalam
mengurangi progresivitas inflamasi. Namun istirahat harus diseimbangkan dengan
latihan gerak untuk tetap menjaga kekuatan otot dan pergerakan sendi.
3.
Kompres panas dan dingin
Kompres panas dan dingin digunakan untuk mendapatkan efek
analgesic dan relaksan otot. Dalam hal ini kompres hangat lebih efektive
daripada kompres dingin.
4.
Diet
Untuk penderita rheumatoid arthritis disarankan untuk mengatur dietnya. Diet yang disarankan yaitu asam lemak omega-3 yang terdapat dalam minyak ikan.
Untuk penderita rheumatoid arthritis disarankan untuk mengatur dietnya. Diet yang disarankan yaitu asam lemak omega-3 yang terdapat dalam minyak ikan.
Mengkonsumsi makanan seperti tahu untuk pengganti daging, memakan
buah beri untuk menurunkan kadar asam urat dan mengurangi inflamasi.
Hindari makanan yang banyak mengandung purin seperti bir
dari minuman beralkohol, ikan anchovy, sarden, herring, ragi, jerohan,
kacang-kacangan, ekstrak daging, jamur, bayam, asparagus, dan kembangkol karena
dapat menyebabkan penimbunan asam urat dipersendian.
5.
Banyak minum air untuk membantu mengencerkan asam urat yang terdapat dalam
darah sehingga tidak tertimbun di sendi. (NANDA, 2013).
6. Gizi
Pemenuhan gizi pada atritis reumatoid adalah untuk mencapai dan
mempertahankan status gizi yang optimal serta mengurangi peradangan pada sendi. Adapun syarat–syarat diet atritis rheumatoid
adalah protein cukup, lemak sedang, cukup vitamin dan mineral, cairan
disesuaikan dengan urine yang dikeluarkan setiap hari. Rata–rata asupan cairan
yang dianjurkan adalah 2 – 2 ½ L/hari, karbohidrat dapat diberikan lebih banyak
yaitu 65 – 75% dari kebutuhan energi total.
7.
Pembedahan
Pembedahan dilakukan apabila rheumatoid arthritis sudah mencapai tahap akhir. Bentuknya dapat berupa tindakan arhthrodesis untuk menstabilkan sendi, arthoplasty atau total join replacement untuk mengganti sendi.
Pembedahan dilakukan apabila rheumatoid arthritis sudah mencapai tahap akhir. Bentuknya dapat berupa tindakan arhthrodesis untuk menstabilkan sendi, arthoplasty atau total join replacement untuk mengganti sendi.
ASUHAN
KEPERAWATAN REMATOID ATRITIS
3.1 PENGKAJIAN
a.
Identitas
1. Identitas
pasien
Nama : Ny.M
Umur : 35 Thn
Jenis kelamin : wanita
Alamat : gunung pangilun
Agama : islam
Suku : minang
Pendidikan : smp
Tanggal MRS : 5 desember 2016
Tanggal pengkajian : 5 desember 2016
No.REG: 129754
dx.medis
2. Identitas
penanggung jawab
Nama : Tn. T
Umur : 45
Thn
Alamat :
gunung pangilun
Agama :
islam
Hubungan
dengan pasien : suami
b. Keluhan
utama : nyeri pada persendiaan
8
|
Riwayat
penyakit sekarang : pasien mengeluh sakit pada
persendiaan tangan hinga pergelangan kaki
d. Riwayat
penyakit dahulu : pasien tidak pernah
masuk rumah sakit sebelumnya
e.
Riwayat penyakit keluarga : tidak ada keluarga yang mengalami penyakit
kronik
f.
Riwayat psikososial
Pasien
dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi apalagi pad
pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi karean ia merasakan adanya
kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan kegiatan sehari-hari menjadi
berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap konsep diri klien
khususnya aspek body image dan harga diri klien.
2. Pemeriksaan
fisik
Pemeriksaan
fisik berfokus pada aktivitas dan olahraga yang menonjolkan kesejajaran tubuh,
cara berjalan, penampilan dan pergerakan sendi, kemampuan dan keterbatasan
gerak, kekuatan dan massa otot, serta toleransi aktivitas.
1. Kesejajaran
tubuh
Tujuan pemeriksaan kesejajaran tubuh adalah untuk
mengidentifikasi perubahan postur akibat pertumbuhan dan perkembangan normal,
hal-hal yang perlu dipelajari untuk mempertahankan postur tubuh yang baik,
faktor yang menyebabkan postur tubuh yang buruk (misalnya kelelahan dan harga
diri rendah) , serta kelemahan otot dan kerusakan motorik lainnya. Pemeriksaan
ini dilakukan dengan menginspeksi pasien dari sisi lateral, dan posterior guna
mengamati apakah bahu dan pinggul sejajar, jari-jari kaki mengarah kedepan dan
tulang belakang lurus, tidak melengkung kesisi lain (Mubarok, Nurul &
Chayatin, 2007).
2. Cara
berjalan
Pengkajian berjalan dilakukan untuk mengidentifikasi
mobilitas klien dan resiko cedera akibat jatuh. Hal ini dilakukan dengan
meminta klien berjalan sejauh kurang lebih 10 kaki didalam ruangan, kemudian
amati hal-hal berikut: kepala tegak, pandangan lurus, dan tulang belakang
lurus. Tumit menyentuh tanah lebih dulu dari pada jari kaki, kaki dorsofleksi pada
fase ayunan.Lengan mengayun kedepan bersamaan dengan ayunan kaki disisi yang
berlawanan.Gaya berjalan halus, terkoordinasi, dan berirama, ayunan tubuh dari
sisi ke sisi minimal dan tubuh bergerak lurus kedepan, dan gerakan dimulai dan
di akhiri dengan santai.Selain itu perawat juga perlu mengkaji kecepatan
berjalan (normalnya 70-100 langkah permenit) (Mubarok, Nurul & Chayatin,
2007).
3.
Penampilan dan pergerakan sendi
Pemeriksaan ini meliputi inspeksi, palpasi, serta
pengkajian rentang gerak aktif atau rentang gerak pasif. Hal-hal yang dikaji
antara lain: adanya kemerahan atau pembengkakan sendi, adanya deformitas,
perkembangan otot yang terkait dengan masing-masing sendi, adanya nyeri tekan,
krepitasi, peningkatan temperatur di sekitar sendi dan derajat gerak sendi.
4.
Kemampuan dan keterbatasan gerak.
Pengkajian ini bertujuan untuk mendapatkan data
tentang adanya indikasi rintangan dan keterbatasan pada pergerakan klien dan
kebutuhan untuk memperoleh bantuan. Hal-hal yang perlu di kaji antara lain :
a.
Bagaimana penyakit klien mempengaruhi kemampuan klien untuk bergerak.
b.
Adanya hambatan dalam bergerak
c.
Kewaspadaan mental dan kemampuan klien untuk mengikuti petunjuk.
d.
Keseimbangan dan koordinasi klien
e.
Adanya hipotensi ortostatik sebelum berpindah tempat.
f.
Derajat kenyamanan klien
g.
Penglihatan
5.
Kekuatan dan masa otot.
6.
Toleransi aktivitas
7.
Masa terkait mobilisasi
Pemeriksaan ini
dilakukan segera setelah klien mengalami imobilisasi. Data yang diperoleh
tersebut kemudian menjadi standar (data dasar) yang akan di bandingkan dengan data selama
periode imobilisasi(Mubarok, Nurul &Chayatin )
3. Pemeriksaan
penunjang
a.
Pemeriksaan Laboratorium
Beberapa hasil uji laboratorium dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis
artritis reumatoid. Sekitar 85% penderita artritis reumatoid mempunyai autoantibodi di dalam serumnya yang dikenal sebagai
faktor reumatoid. Autoantibodi ini adalah suatu faktor anti-gama globulin (IgM)
yang bereaksi terhadap perubahan IgG. Titer yang tinggi, lebih besar dari
1:160, biasanya dikaitkan dengan nodula reumatoid, penyakit yang berat,
vaskulitis, dan prognosis yang buruk.
Faktor reumatoid
adalah suatu indikator diagnosis yang membantu, tetapi uji untuk menemukan
faktor ini bukanlah suatu uji untuk menyingkirkan diagnosis reumatoid
artritis.Hasil yang positif dapat juga menyatakan adanya penyakit jaringan
penyambung seperti lupus eritematosus sistemik, sklerosis sistemik progresif,
dan dermatomiositis.Selain itu, sekitar 5% orang normal memiliki faktor
reumatoid yang positif dalam serumnya. Insidens ini meningkat dengan
bertambahnya usia. Sebanyak 20% orang normal yang berusia diatas 60 tahun dapat
memiliki faktor reumatoid dalam titer yang rendah.
Laju
endap darah (LED) adalah suatu indeks peradangan yang bersifat tidak spesifik.Pada
artritis reumatoid nilainya dapat tinggi (100 mm/jam atau lebih tinggi lagi).
Hal ini berarti bahwa laju endap darah dapat dipakai untuk memantau aktifitas
penyakit. Artritis reumatoid dapat menyebabkan anemia normositik normokromik
melalui pengaruhnya pada sumsum tulang. Anemia ini tidak berespons terhadap
pengobatan anemia yang biasa dan dapat membuat penderita cepat lelah.
Seringkali juga terdapat anemia kekurangan besi sebagai akibat pemberian obat
untuk mengobati penyakit ini. Anemia semacam ini dapat berespons terhadap
pemberian besi.
Pada
Sendi Cairan sinovial normal bersifat jernih, berwarna kuning muda hitung sel
darah putih kurang dari 200/mm3. Pada artritis reumatoid cairan sinovial
kehilangan viskositasnya dan hitungan sel darah putih meningkat mencapai 15.000
– 20.000/ mm3. Hal ini membuat cairan menjadi tidak jernih. Cairan semacam ini
dapat membeku, tetapi bekuan biasanya tidak kuat dan mudah pecah. Pemeriksaan
laboratorium khusus untuk membantu menegakkan diagnosis lainya, misalnya :
gambaran immunoelectrophoresis HLA (Human Lymphocyte Antigen) serta Rose-Wahler
test.
b.
Pemeriksaan Radiologi
Pada awal
penyakit tidak ditemukan, tetapi setelah sendi mengalami kerusakan yang berat
dapat terlihat penyempitan ruang sendi karena
hilangnya rawan sendi. Terjadi erosi tulang pada tepi sendi dan penurunan
densitas tulang.Perubahan ini sifatnya tidak reversibel.Secara radiologik
didapati adanya tanda-tanda dekalsifikasi (sekurang-kurangnya) pada sendi yang
terkena.
Analisa
Data
No
|
Symptom
|
Etiologi
|
Problem
|
1.
|
Keluhan nyeri,
ketidaknyamanan, kelelahan, berfokus pada diri sendiri, Perilaku distraksi/
respons autonomic
|
Distensi jaringan
akibat akumulasi cairan/proses inflamasi, destruksi sendi
|
Nyeri
|
2.
|
Keengganan untuk
mencoba bergerak/ ketidakmampuan untuk dengan sendiri bergerak dalam
lingkungan fisik.
|
deformitas skeletal,
nyeri, penurunan kekuatan otot |
Gangguan mobilitas
fisik berhubungan dengan.
|
3.
|
Perubahan fungsi dari
bagian-bagian yang sakit.
|
deformitas skeletal,
nyeri, penurunan kekuatan otot |
Gangguan Citra Tubuh
|
4.
|
Ketidakmampuan untuk
mengatur kegiatan sehari-hari.
|
kerusakan
musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak,
depresi
|
Defisit perawatan diri
|
5.
|
Sering terjatuh
Aktifitas menggunakan alat bantu.
Penurunan aktifitas motorik |
Hilangnya kekuatan
otot dan sendi, penurunan kekuatan, Penurunan fungsi sensorik dan
motorik.
|
Resiko Infeksi
|
1.3 Rencana
Keperawatan
Diagnosa
|
Tujuan dan NOC
|
NIC
|
Rasional
|
Nyeri
b.d agen pencedera, distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses
inflamasi, destruksi sendi.
Ds : Px
mengeluh nyeri disekitar persendian.
Do :
- P : proses inflamasi
- Q : nyeri dan panas
- R : persendian
- S : 1-10
- T : meningkat di pagi hari.
- Wajah meringis.
- Permukaan sendi tampak merah.
|
Tujuan :
setelah dilakukan intervensi selama 3 x 24 jam nyeri berkurang/teratasi.
NOC :
- Skala nyeri 1-2
- Mengenali faktor penyebab dan
menggunakan tindakan untuk mencegah nyeri.
- Melaporkan kesejahteraan fisik dan
psikologis.
- Menunjukkan tekhnik relaksasi
secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
|
Mandiri
:
- Kaji kualitas nyeri yang
komprehensif, meliputi : lokasi, karakteristik, durasi, kualitas, keparahan,
dan faktor presipitasinya.
- Observasi isyarat ketidaknyamanan
non verbal.
HE :
- Berikan informasi tentang nyeri,
seperti penyebab, seberapa lama akan berlangsung, serta cara mengantisipasi
nyeri tersebut.
- Ajarkan penggunaan tekhnik non
farmakologi untuk mengendalikan nyeri.
Kolaborasi
:
- Laporkan kepada dokter jika
tindakan tidak berhasil atau menimbulkan keluhan lainnya.
|
Membantu
dalam menentukan tingkat keparahan serta dalam menyusun intervensi yang akan
dilakukan selanjutnya.
Mengurangi
tingkat kecemasan pasien akibat nyeri yang dirasakan.
Membantu
mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.
Membantu
menilai tingkat keberhasilan dari tindakan yang dilakukan sebelumnya.
|
Gangguan
mobilitsas fisik bd kekakuan sendi.
Ds
: Px mengatakan sukit bergerak.
Do :
- Px kesulitan bergerak.
- Px dibantu keluarga saat beraktivitas.
- Keterbatasan rentang gerak (ROM)
|
Tujuan: setelah di lakukan tindakan selama 3 x 24 jam
mobilitas fisik pasien mulai membaik.
NOC :
- Melakukan aktivitas kehidupan
sehari-hari secara mandiri.
- ROM aktif.
|
Mandiri
:
- Kaji kebutuhan akan bantuan
pelayanan kesehatan dirumah dan kebutuhan akan peralatan pengobatan yang
tahan lama.
HE :
- Ajarkan dan dukung pasien dalam
latihan ROM aktif / pasif.
Kolaborasi
:
- Kolaborasi dengan ahli terapi fisik sebagai
sumber dalam perencaanaan aktivitas perawatan pasien.
|
Membantu
menentukan sejauh mana tindakan keperawatan yang bisa dilakukan.
Latihan
ROM aktif/pasif membantu meningkatkan dan mempertahankan kekuatan otot.
Membantu
dalam memodifikasi latihan yang bisa dilakukan oleh pasien.
|
Gangguan
body image bd deformitas sendi.
Ds : Px
mengungkapkan adanya perasaan negatif tentang tubuhnya.
Do :
- Deformitas sendi.
- Nodul pada sendi.
|
Tujuan: setelah di lakukan tindakan selama 3 x 24 jam
pasien dapat menerima keadaan tubuhnya.
NOC :
- Pengakuan terhadap perubahan
aktual pada penampilan tubuh.
- Memelihara hubungan sosial yang
dekat dan hubungan personal.
|
Mandiri
:
- Kaji respon verbal dan nonverbal
pasien terhadap perubahan tubuhnya.
HE :
- Dorong pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
mekanisme koping dan kekuatan personal dan pengakuan keterbatasan.
|
Menentukan
seberapa jauh masalah mempengaruhi peranan individu pasien.
Membantu
pasien untuk menerima kekurangan pada tubuhnya.
|
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Rheumatoid
Arthritis (RA) merupakan penyakit autoimun (penyakit yang terjadi pada saat
tubuh diserang oleh sistem kekebalan tubuhnya sendiri) yang mengakibatkan
peradangan dalam waktu lama pada sendi.Penyakit ini menyerang persendian,
biasanya mengenai banyak sendi, yang ditandai dengan radang pada membran
sinovial dan struktur-struktur sendi serta atrofi otot dan penipisan tulang.
Penyebab penyakit rheumatoid
arthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor predisposisinya adalah
mekanisme imunitas (antigen-antibodi), faktor metabolik, dan infeksi virus
(Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008).
4.2 Saran
Diharapkan
mampu memahami tentang penyakit Rheumatoid Atritis dan dapat menerapkan
bagaimana cara penanganan pasien dengan Rheumatoid Atritis.
Diharapkan dapat memberikan
penjelasan yang lebih luas tentang Rheumatoid Atritis dan dapat lebih banyak menyediakan
referensi-referensi buku tentang penyakit-penyakit serta asuhan keperawatan
penyakit tersebut.
Diharapakan agar lebih mengerti dan
memahami tentang Rheumatoid
Atritis serta bagaimana penyebaran dan penularan Rheumatoid Atritis untuk
meningkatkan mutu kesehatan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges
E Marilynn, 2000., Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta
Kalim,
Handono, 1996., Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Mansjoer,
Arif, 2000., Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculaapius FKUI,
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar